Wednesday, December 26, 2018

BIOGRAFI SYEIKH MUHAMMAD SAMMAN

Biografi Syekh Muhammad Samman

Syekh Muhammad Samman bernama lengkapnya adalah Sayid Muhammad bin Abdul Karim As-Samman Al-Madani Al-Hasani Al-Qadiri Asy-Syafei Al-Quraisyi. keturunan Nabi Muhammad SAW. Jika dirunut silsilah keluarganya sampai ke Rasulullah SAW dari jalur cucunya Sayidina Hasan.

Dilahirkan di Madinah dari keluarga Quraisyi pada tahun 1130 H/1718 M. Kelahirannya ini pula bertepatan dengan wafatnya seorang waliyullah yang lain yaitu Habib Abdullah Al-Haddad, penyusun Ratib Al-Haddad. As-Samman tinggal di dalam rumah bersejarah milik khalifah Sayidina Abu Bakar Siddiq. Sejak kecil ia telah memperlihatkan tanda-tanda keistimewaan dan keganjilan dibandingkan teman-temannya. Ia memiliki akhlak yang mulia, gemar beribadah, menyayangi fakir miskin, sangat menghormati dan berbuat baik kepada orang tuanya, menyukai orang alim dan shalih, senantiasa menjauhi perbuatan tercela dan lain sebagainya. Usia 8 tahun Syekh Muhammad Samman telah hafal kitab suci Al-Quran.

Pendidikan awalnya didapat dari ayahnya sendiri, Syekh Abdul Karim. Menginjak remaja, ia belajar berbagai bidang ilmu agama kepada ulama Madinah seperti: Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syekh Sayid Athiyatullah, Syekh Muhammad Tahir, dll. Namun yang lebih mengesankan baginya adalah dibidang Tauhid dan Tasawuf. Dibidang ini ia belajar dengan Syekh Mustafa bin Kamaluddin Al-Bakri, mengambil dan mendapat ijazah Tarekat Khalwatiyah. Selain itu, ia juga pernah belajar empat tarekat lain yakni: Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syathariyah dan Syaziliyah.

Syekh Muhammad Samman mengkolaborasikan teknik-teknik zikir dan wirid berbagai terekat tersebut terutama Khalwatiyah serta dilengkapi dengan beberapa gubahan yang ia susun sendiri sehingga dikenal dengan nama baru yaitu Sammaniyah yang zikirnya terkenal dengan nama Ratib Samman. Beliau tidak hanya menyebarkan metode zikirnya di Madinah, tapi juga sampai ke pelosok Timur Tengah seperti: Yaman, Mesir, Sudan, Etiopia, kawasan Asia Tenggara, dll. Dengan demikian, mengamalkan Ratib Samman sama halnya dengan mengamalkan lima aliran tarekat dalam sekali waktu dan tempat dengan hanya seorang guru.

Di Madinah ia menjabat sebagai Kuncen (juru kunci) makam Nabi Muhammad saw. Dan mengajar di Madrasah Sanjariyah yang didatangi banyak murid dari negeri-negeri jauh. Dibeberapa kota di Yaman dan Hijaz didirikan Zawiyah (pondok) Sammaniyah, sedang di Jeddah Zawiyah tersebut didirikan tahun 1777, dua tahun setelah ia wafat atas biaya Sultan Palembang yang bernama Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803) dengan biaya sebesar 500 Riyal. Oleh karena itu, zikir Sammaniyah ini menjadi amalan wirid di Kesultanan Palembang Darussalam sehingga Ratib Samman selain sebagai ibadat juga menjadi adat, banyak pengikutnya di Palembang sampai sekarang.

Murid-murid Syekh Muhammad Samman dan ulama-ulama lainnya menganggapnya sebagai seorang Waliyullah yang memiliki keramat yang luar biasa. Seperti dikatakan oleh Imam Syafei, masalah kekeramatan para wali adalah salah satu pokok pembicaraan orang-orang sufi, dan hal itu memang banyak terjadi sehingga mengingkarinya adalah suatu kemunafikan. Kumpulan keramat-keramat Syekh Muhammad Samman ini telah dihimpun oleh salah seorang muridnya, Syekh Siddiq bin Umar Khan, dalam kitabnya Manaqib Al-Kubra.

Syekh Muhammad Samman juga termasuk wali besar yang ke lima dalam jajaran empat wali besar sebelumnya, yaitu: (1) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, (2) Syekh Ahmad Al-Badawi, (3) Syekh Ahmad Ar-Rifai, (4) Syekh Ibrahim Ad-Dusuqi.

Semasa hidupnya, ia tidak hanya aktif dalam berdakwah ke berbagai daerah tetapi juga menjadi seorang penulis yang produktif. Semuanya ditulis dalam Bahasa Arab, kitab karangannya tersebut antara lain:
1. An-Nafahat Al-Ilahiyah fi Kaifiyati Suluk Ath-Thariqat Al-Muhammadiyah.
2. Unwan Al-Khalwah fi Syani Al-Khalwah.
3. Ighasah Al-Lahfan.
4. Kasyfu Al-Asrar fima yataallaqu bihi Ismi Al-Qahhar.
5. Al-Futuhat Al-Ilahiyah fi At-Tawajuhat Al-Ruhiyah lil Hadrati Al-Muhammadiyah.
6. An-Nasihah Al-Alawiyah Lissadah Al-Ahdaliyah.
7. Asrar Al-Ibadah.
8. Qashidah Al-Ainiyah.
9. Risalah As-Samman fi Az-Zikri wa Kaifiyati.
10. Ratib Samman
11. Ahwal Al-Muraqabah
12. An-Nafahah Al-Qudsiyah.
13. Jaliyat Al-Kurbi wa Manilat Al-Arbi  
        (Qashidah).
14. Manhat Al-Muhammadiyah (shalawat).

Syekh Muhammad Samman wafat di Madinah pada tanggal 2 Zul Hijjah 1189 H bersamaan 23 Januari 1776 M. hari Rabu pagi dalam usia 57 tahun, setelah jatuh sakit selama 17 hari. Dimakamkan di Baqi berdekatan dengan kuburan para isteri Rasulullah SAW.

Murid-murid Syekh Muhammad Samman di Indonesia cukup banyak, diantaranya: Syekh Muhammad Arsyad Banjar, Syekh Abdurrahman Misri, Syekh Abdul Wahab Bugis, Syekh Muhammad Nafis Banjar dan lainnya. Namun yang paling terkenal berasal dari Palembang adalah Syekh Abdus Somad Al-Palembani. Melalui beliaulah maka zikir Ratib Samman masuk dan berkembang di Indonesia. Murid Syekh Samman yang lain adalah Syekh Muhammad Muhyiddin Al-Palembani dan Kemas Ahmad bin Abdullah.

Syekh Abdus Somad dilahirkan di Palembang pada tahun 1736. Ia pun memiliki murid-murid yang terkenal seperti: Kgs.M. Zen (menantunya), Datuk Muhammad Akib, Datuk Muhammad Soleh, dll. Para Sultan Palembang Darussalam juga mengamalkan Ratib Samman ini, seperti Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803), Sultan Mahmud Badaruddin II (1803-1821), Sultan Husin Dhiauddin (1813-1817), dll. sehingga pelaksanaan ibadah Ratib Samman ini menjadi adat di Palembang.

Peristiwa Perang Palembang melawan Belanda pada tahun 1819 yang dikenal dengan Perang Menteng, merupakan pertempuran yang dahsyat pada waktu itu yang dimenangkan oleh Palembang Darussalam. Saat itu Sultan Mahmud Badaruddin II menitahkan kepada seluruh rakyatnya terlebih dahulu untuk melaksanakan Ratib Samman di Masjid Agung dan Keraton. Pasukan yang dipimpin oleh Kgs.M. Zen setelah membaca Ratib Samman, menyerbu pasukan Belanda  dengan gagah berani dan tidak mengenal rasa takut.

Sampai sekarang, Ratib Samman masih sering dibaca oleh masyarakat.

Pembacaan Ratib merupakan manifestasi rasa syukur dan ingat (zikir) kepada Allah SWT.

DALIL KEUTAMAAN ZIKIR

Sumber : Kms.H. Andi Syarifuddin, S.Ag

Keutamaan Zikir

Di dalam al-Quran dan hadits Nabi SAW banyak sekali disebutkan dalil-dalil tentang keutamaan dan kelebihan berzikir, di antaranya sebagai berikut:
1.Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْراً كَثِيْراً
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama Allah), zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab: 41).

2. Allah SWT. berfirman:

فَاذْكُرُوْنِيْ اَذْكُرْكُمْ
Artinya:
“Ingatlah engkau kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 152).

3. Firman Allah SWT.:

فَاذْكُرُوااللهَ كَثِيْرً الَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya:
“Dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10).

4. Firman Allah SWT.:

اَلَّذِيْنَ آمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِاللهِ اَلاَ بِذِكْرِاللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan berzikir mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan berzikir mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)

Firman Allah SWT.:
فَاِاذَاقَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوااللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا وَعَلى جُنُوْبِكُمْ
Artinya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk, dan diwaktu berbaring.” (QS. An-Nisa’: 103).

6. Firman Allah SWT.:
وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ
Artinya:
“Zikrullah itu terlebih besar daripada ibadat-ibadat yang lain.” (S. Al-Ankabut: 45).

7.Firman Allah SWT. di dalam Hadis Qudsi:

اَنَا عِنْدَظَنِّ عَبْدِىْ وَاَنَا مَعَه‘ حَيْثُ ذَكَرَنِيْ
Artinya:
“Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku selalu melindunginya jika ia ingat (zikir) pada-Ku” (Bukhari-Muslim).

8. Firman Allah SWT. di dalam Hadis Qudsi:

مَنْ شَغَلَه‘ ذِكْرِيْ عَنْ مَسْئَلَتِيْ اَعْطَيْتُه‘ اَفْضَلَ مَااُعْطِيَ السَّائِلِيْنَ
Artinya:
“Barangsiapa masyghul (gandrung) menyebut akan Daku daripada meminta akan Daku, niscaya Aku beri akan dia yang terlebih afdhal barang yang Aku beri akan orang yang meminta.”

Sabda Nabi SAW.:

اَلاَ اُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ اَعْمَالِكُمْ وَاَزْكَاهَاعِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَارْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرَ مَنْ اَعْطَى الذَّهَبَ وَالْوَرِقَ وَاَنْ تَلْقُوَعَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْااَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا اَعْنَاقَكُمْ قَالُوْامَاذَاكَ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ ذِكْرُاللهِ.
Artinya:
“Maukah kuberi tahukan kepadamu tentang amalmu terbaik dan paling bersih dalam pandangan Allah SWT, serta orang yang tertinggi derajatnya di antaramu, yang lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak serta memerangi musuh-musuhmu dan memotong leher mereka dan mereka juga memotong lehermu? Para sahabat bertanya, apakah itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Zikir kepada Allah SWT. (HR. Baihaqi).

Sabda Nabi SAW.:

مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّه‘ وَمَثَلُ الَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّه‘ كَمَثَلِ الْحَيِّ وَالْمَيْتِ

Artinya:
“Perumpamaan orang yang berzikir (mengingat) Tuhannya dengan orang yang tidak mengingatnya adalah seperti perbandingan orang yang hidup dengan yang mati. (HR.Thabrani).

RIWAYAT DAN SILSILAH RATIB SAMMAN

Sumber : Kms.H. Andi Syarifuddin, S.Ag
Riwayat Dan Silsilah Ratib Samman
Ratib Samman ini suatu amalan yang lazim diwiridkan oleh para ulama shaleh, waliyullah, jemaah majelis zikir dan juga bagi kaum muslimin pada umumnya, karena ratib ini selain telah menjadi adat, juga memiliki keistimewaan yang luar biasa. Intisari dari amalan zikir Ratib Samman ini ialah zikir, shalawat dan doa.
Ratib Samman terdiri dari dua kata, yaitu Ratib dan Samman. Kata Ratib berasal dari bahasa Arab rataba  yartubu  rutuban, yang artinya tetap atau teratur. Sedangkan menurut istilah tasawuf, ratib artinya wirid atau zikir yang harus dikerjakan secara tetap dan teratur setiap shalat fardhu untuk dapat senantiasa mengingat Allah.
Firman Allah SWT.:
فَاِذَا قَضَيتُمُ الصَّلوةَ فَاذكُرُ اللهَ ....
Artinya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah…” (An-Nisa’: 103).
Kata Samman dinisbahkan kepada Syekh Muhammad Samman, seorang waliyullah dari Madinah yang mengamalkan Tarekat Khalwatiyah yang kemudian dikenal dengan namanya sendiri yaitu Tarekat Sammaniyah. Salah satu wirid terpenting dalam Tarekat Sammaniyah itu adalah Ratib Samman. Dalam menyusun ratibnya, sudah barang tentu Syekh Muhammad Samman berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul.
Sampai sekarang, Ratib Samman masih sering dibaca oleh masyarakat, terutama di  Palembang (seperti dalam acara: pernikahan, mendiami rumah baru, nazar, selamatan, dll). Di Masjid Agung misalnya, Ratib Samman diselenggarakan setiap malam Kamis setelah Shalat Isya.
Pembacaan Ratib merupakan manifestasi rasa syukur dan ingat kepada Allah SWT. Selain itu Ratib ini memiliki faedah dan khasiat yang besar, diantaranya: sangat kuat memberi bekas kepada hati, mensucikan hati dan dapat memperbaiki perangai, membuka pintu rezeki, terkabulnya segala hajat, terhindar dari gangguan makhluk halus dan lain sebagainya.
Zikir ratib ini dibaca dengan suara yang keras (jahar) terutama dalam melafazkan Kalimat Tauhid (La ilaha illallah), mula-mula dilantunkan dengan lambat dan mengalun, semakin lama semakin dipercepat. Dari keras dan cepat kemudian berhenti, sebagai penutup diulang sekali atau dua kali secara perlahan-lahan dan mengalun.
Mudah-mudahan Ratib Samman yang bersumber dari risalah Dinul Maruf (al-Quran-hadis) ini akan senantiasa menjadi amalan dan wirid kita bersama dalam rangka ibadah, pencerahan ruhani, serta thariqah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sebagaimana dimaklumi, zikir Ratib Samman ini bersumberkan dari Kitabullah dan as-Sunnah. Intisari dari amalan Ratib Samman itu ialah berzikir mengucap kalimah “La ilaha illallah” (minimal 300 kali), selain bacaan-bacaan yang lainnya seperti: ayat-ayat al-Qur’an, asmaul husna, shalawat, tawassul, dan do’a. Adapun riwayat zikir dalam Ratib Samman ini bersumber dari Sayidina Ali Kwh, yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam metode zikir dengan cara jahar atau keras. Petunjuk hadits tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Sabda Rasulullah SAW:
وَ عَنْ عَلِىٍّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ اَيُّ الطَّرِيْقَةِ أَقْرَبُ إِلَى اللهِ وَ أَسْهَلُهَا عَلَى عِبَادِ اللهِ وَ أَفْضَلُهَا عِنْدَ اللهِ تَعَالَى؟ فَقَالَ: يَا عَلِىُّ عَلَيْكَ بِدَوَامِ ذِكْرِاللهِ فَقَالَ عَلِىُّ كُلُّ النَّاسِ يَذْكُرُونَ اللهَ فَقَالَ ص م: يَا عَلِىُّ لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يَبْقَى عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ مَنْ يَقُوْلُ: اَللهُ, اَللهُ فَقَالَ لَهُ عَلِىُّ كَيْفَ أَذْكُرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ ص م: غَمِّضْ عَيْنَكَ وَاسْمَعْ عَنِّى ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قُلْ مِثْلَهَا وَأَنَا أَسْمَعُ. فَقَالَ ص م: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مُغَمِّضًا عَيْنَهُ ثُمَّ قَالَهَا عَلِىٌّ كَذَالِكَ. ثُمَّ لَقَّنَهَا عَلِىٌّ لِلْحَسَنِ الْبَصْرِىِّ.
Artinya:
“Dan dari Sayidina Ali Kwh, beliau berkata: Aku katakan, Ya Rasulullah, manakah jalan tarekat zikir yang sedekat-dekatnya kepada Allah? Maka sabda Rasulullah: Ya Ali! Penting atas kamu berkekalan senantiasa berzikir kepada Allah. Maka berkatalah Ali, tiap orang berzikir kepada Allah. Maka Rasulullah bersabda: Ya Ali, tidak akan terjadi kiamat sehingga tiada tinggal lagi atas permukaan bumi ini, orang yang mengucapkan Allah, Allah. Maka sahut Ali kepada Rasulullah, bagaimana caranya aku berzikir Ya Rasulullah? Maka Rasulullah bersabda: Coba pejamkan kedua matamu dan dengarlah dari saya ucapan tiga kali. Kemudian ucapkanlah Ali seperti itu dan aku akan dengarkan. Maka sejenak Rasulullah mengucapkan: LA ILAHA ILLALLAH tiga kali sedang kedua matanya tertutup. Kemudian Ali pun mengucapkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH seperti demikian. Metode tersebut kemudian Sayidina Ali ajarkan pula kepada Hasan al-Basri.” (HR. Sayidina Ali).
2. Riwayat lain dari Sidi Yusuf al-Ajami dalam
    risalahnya:
غَمِّضْ عَيْنَيْكَ وَاسْمَعْ مِنِّىْ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قُلْ اَنْتَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَأَنَا أَسْمَعُ فَقَالَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مُغْمِضًا عَيْنَيْهِ رَافِعًا صَوْتَهُ  وَعَلِىٌّ يَسْمَعُ فَقَالَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ كَذَالِكَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْمَعُ.
Artinya:
“Hai Ali Coba pejamkan dua matamu, dan engkau dengar dari padaku tiga kali aku kata La ilaha Illallah dan aku mendengar bacaan engkau. Maka berkata Nabi tiga kali mengucapkan kalimah La ilaha Illallah. Dengan memejamkan kedua mata Nabi mengeraskan suaranya pada hal Ali mendengarnya. Kemudian Ali mengatakan La ilaha illallah tiga kali seperti yang dikatakan Nabi itu, padahal Ali pun memejamkan matanya dan mengeraskan suaranya, padahal Nabi mendengar bacaan Ali.”
Selanjutnya dari Sayidina Ali tersebut diajarkan pula kepada Hasan al-Basri, kemudian diajarkan kepada Daud at-Tha’i, dari Daud diajarkan kepada Makruf al-Kharkhi, dari Makruf kepada Sari as-Saqiti, dari Sari kepada Junaid al-Baghdadi dan seterusnya timbullah menjadi suatu silsilah atau sanad berkesinambungan sampai sekarang dalam keabsahan pengambilan zikir ratib seperti yang akan segera penulis sebutkan.
3. Dalam hadits yang lain disebutkan:
Sabda Nabi SAW kepada satu sahabatnya yang bernama Syekh Sholeh yang menjadi juru kunci khalwat Rasulullah, tatkala Rasulullah duduk di dalam khalwat di Madinah, ketika malam Jum’at, waktu sahur. Maka bersabda Rasulullah SAW yang maknanya:
“ Hai sahabatku juru kunci! Panggil olehmu Ali. Kemudian Ali datang bersembah serta membaca shalawat atas penghulu kita sayidil mursalin. Maka sabda Nabi SAW: Hai Ya Ali! Serahkan dirimu kepadaku seperti mayit. Maka kata Sayidina Ali: Hai Ya junjunganku, telah berserahlah aku pada hadiratmu seperti mayit. Apakah perintahmu kepadaku? Maka sabda Nabi SAW: Ya Ali! Pada waktu inilah engkau ku ajarkan yang sebenar-benar ilmu agama yang sempurna. Maka dinamai akan dia ini Tarekat Barzahiyah. Dan barangsiapa melakukan ini, maka diharamkan Allah Ta’ala masuk dalam api neraka, dan lagi diharamkan tubuhnya itu busuk di dalam kubur, dan haram titik darahnya di dalam akhirat. Maka sabda Nabi SAW kepada Sayidina Ali: Hai Ya Ali! Jikalau engkau sudah aku ajarkan ilmu ini, maka ajarkan olehmu pada seluruh anak cucumu sekalian sampai akhirnya.” (al-Hadits).
Dari riwayat hadits di atas, jelaslah bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada Sayidina Ali suatu metode zikir sebagai jalan/tarekat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. berzikir menyebut kalimah La ilaha illallah dengan suara keras (jahar). Begitupun halnya metode lain yang diajarkan kepada para sahabat pilihan lainnya.
Terdapat sebuah riwayat yang menuturkan bahwa Sayidina Umar bin Khattab R.A berzikir dengan suara agak keras, sedangkan Abubakar Siddiq R.A berzikir dengan suara lirih. Dan ternyata Nabi SAW membenarkan cara keduanya berzikir.
Semoga Allah SWT mencurahkan taufiq, hidayah dan maunahNya bagi kita semua. Amin.
Silsilah Ratib Samman
1. Allah SWT
2. Jibril AS.
3. Nabi Muhammad SAW. (wafat 632)
4. Sayidina Ali bin Abi Thalib (w.661)
5. Hasan Al-Basri (w.728)
6. Habib Al-Ajami (w.738)
7. Daud At-Tha’i (w.777)
8. Makruf Al-Karkhi (w.815)
9. As-Sari As-Saqathi (w.867)
10. Al-Junaid Al-Baghdadi (w.910)
11. Mamsya’ Ad-Dainuri (w.912)
12. Muhammad Ad-Dainuri
13. Muhammad Al-Bakri
14. Wajihuddin Al-Qadhi
15. Syekh Umar Al-Bakri
16. Abin Najib As-Suhrawardi (w.1168)
17. Qutbuddin Al-Abhari
18. Ruknuddin Muhammad An-Najasyi
19. Syahabuddin At-Tabrizi
20. Jamaluddin Al-Ahwari
21. Abi Ishak Ibrahim Al-Zahid Al-Kailani
22. Akha Muhammad Al-Khalwati (w.1316)
23. Pir Umar Al-Khalwati (w.1397)
24. Muhammad Mirum Al-Khalwati (w.1462)
25. Syekh Izzuddin
26. Pir Shadruddin
27. Abu Zakaria Al-Syarwani Al-Bakuni
28. Pir Muhammad Al-Azaljani
29. Syekh Jili Sultan Al-Aqrai/Jamal Al-Khalwati
30. Syekh Khairuddin Al-Tauqai
31. Syekh Sya’ban Afandi Al-Qastamuni
32. Sayidi Muhyiddin Al-Qastamuni
33. Sayidi Umar Al-Fuadi
34. Syekh Ismail Al-Jurumi
35. Syekh Ali Afandi Qurabasi (w.1650)
36. Syekh Mustafa Afandi Al-Adranuri
37. Syekh Abdul Latif bin Husamuddin al-Halabi
38. Syekh Mustafa Al-Bakri bin Kamaluddin (w.1749)
39. Syekh Muhammad Samman Al-Madani (w.1776)
40. Syekh Abdus Samad bin Abdurrahman Al-Palembani (w.1832)
41. Syekh Muhammad Akib bin Kgs. Hasanuddin (w.1849)
42. Sayid Hasyir bin Muhammad Arif Jamalullail (w.1874)
43. Sayid Abdurrahman Hoofd Penghulu (w.1920)
44. Ki. Kms.H. Umar  Khatib Penghulu (w.1953)
45. K.H. Ali  bin H.Abdul Khaliq (w.1980)
46. Kms.H. Ibrahim Umary bin Ki.Kms.H.Umar (w.2004)
47. Kms.H. Andi Syarifuddin, S.Ag
48. Dr. R.A. Huzaifah bin Dato' R.H. Hashim