Biografi Syekh Muhammad Samman
Syekh Muhammad Samman bernama lengkapnya adalah Sayid Muhammad bin Abdul Karim As-Samman Al-Madani Al-Hasani Al-Qadiri Asy-Syafei Al-Quraisyi. keturunan Nabi Muhammad SAW. Jika dirunut silsilah keluarganya sampai ke Rasulullah SAW dari jalur cucunya Sayidina Hasan.
Dilahirkan di Madinah dari keluarga Quraisyi pada tahun 1130 H/1718 M. Kelahirannya ini pula bertepatan dengan wafatnya seorang waliyullah yang lain yaitu Habib Abdullah Al-Haddad, penyusun Ratib Al-Haddad. As-Samman tinggal di dalam rumah bersejarah milik khalifah Sayidina Abu Bakar Siddiq. Sejak kecil ia telah memperlihatkan tanda-tanda keistimewaan dan keganjilan dibandingkan teman-temannya. Ia memiliki akhlak yang mulia, gemar beribadah, menyayangi fakir miskin, sangat menghormati dan berbuat baik kepada orang tuanya, menyukai orang alim dan shalih, senantiasa menjauhi perbuatan tercela dan lain sebagainya. Usia 8 tahun Syekh Muhammad Samman telah hafal kitab suci Al-Quran.
Pendidikan awalnya didapat dari ayahnya sendiri, Syekh Abdul Karim. Menginjak remaja, ia belajar berbagai bidang ilmu agama kepada ulama Madinah seperti: Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syekh Sayid Athiyatullah, Syekh Muhammad Tahir, dll. Namun yang lebih mengesankan baginya adalah dibidang Tauhid dan Tasawuf. Dibidang ini ia belajar dengan Syekh Mustafa bin Kamaluddin Al-Bakri, mengambil dan mendapat ijazah Tarekat Khalwatiyah. Selain itu, ia juga pernah belajar empat tarekat lain yakni: Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syathariyah dan Syaziliyah.
Syekh Muhammad Samman mengkolaborasikan teknik-teknik zikir dan wirid berbagai terekat tersebut terutama Khalwatiyah serta dilengkapi dengan beberapa gubahan yang ia susun sendiri sehingga dikenal dengan nama baru yaitu Sammaniyah yang zikirnya terkenal dengan nama Ratib Samman. Beliau tidak hanya menyebarkan metode zikirnya di Madinah, tapi juga sampai ke pelosok Timur Tengah seperti: Yaman, Mesir, Sudan, Etiopia, kawasan Asia Tenggara, dll. Dengan demikian, mengamalkan Ratib Samman sama halnya dengan mengamalkan lima aliran tarekat dalam sekali waktu dan tempat dengan hanya seorang guru.
Di Madinah ia menjabat sebagai Kuncen (juru kunci) makam Nabi Muhammad saw. Dan mengajar di Madrasah Sanjariyah yang didatangi banyak murid dari negeri-negeri jauh. Dibeberapa kota di Yaman dan Hijaz didirikan Zawiyah (pondok) Sammaniyah, sedang di Jeddah Zawiyah tersebut didirikan tahun 1777, dua tahun setelah ia wafat atas biaya Sultan Palembang yang bernama Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803) dengan biaya sebesar 500 Riyal. Oleh karena itu, zikir Sammaniyah ini menjadi amalan wirid di Kesultanan Palembang Darussalam sehingga Ratib Samman selain sebagai ibadat juga menjadi adat, banyak pengikutnya di Palembang sampai sekarang.
Murid-murid Syekh Muhammad Samman dan ulama-ulama lainnya menganggapnya sebagai seorang Waliyullah yang memiliki keramat yang luar biasa. Seperti dikatakan oleh Imam Syafei, masalah kekeramatan para wali adalah salah satu pokok pembicaraan orang-orang sufi, dan hal itu memang banyak terjadi sehingga mengingkarinya adalah suatu kemunafikan. Kumpulan keramat-keramat Syekh Muhammad Samman ini telah dihimpun oleh salah seorang muridnya, Syekh Siddiq bin Umar Khan, dalam kitabnya Manaqib Al-Kubra.
Syekh Muhammad Samman juga termasuk wali besar yang ke lima dalam jajaran empat wali besar sebelumnya, yaitu: (1) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, (2) Syekh Ahmad Al-Badawi, (3) Syekh Ahmad Ar-Rifai, (4) Syekh Ibrahim Ad-Dusuqi.
Semasa hidupnya, ia tidak hanya aktif dalam berdakwah ke berbagai daerah tetapi juga menjadi seorang penulis yang produktif. Semuanya ditulis dalam Bahasa Arab, kitab karangannya tersebut antara lain:
1. An-Nafahat Al-Ilahiyah fi Kaifiyati Suluk Ath-Thariqat Al-Muhammadiyah.
2. Unwan Al-Khalwah fi Syani Al-Khalwah.
3. Ighasah Al-Lahfan.
4. Kasyfu Al-Asrar fima yataallaqu bihi Ismi Al-Qahhar.
5. Al-Futuhat Al-Ilahiyah fi At-Tawajuhat Al-Ruhiyah lil Hadrati Al-Muhammadiyah.
6. An-Nasihah Al-Alawiyah Lissadah Al-Ahdaliyah.
7. Asrar Al-Ibadah.
8. Qashidah Al-Ainiyah.
9. Risalah As-Samman fi Az-Zikri wa Kaifiyati.
10. Ratib Samman
11. Ahwal Al-Muraqabah
12. An-Nafahah Al-Qudsiyah.
13. Jaliyat Al-Kurbi wa Manilat Al-Arbi
(Qashidah).
14. Manhat Al-Muhammadiyah (shalawat).
Syekh Muhammad Samman wafat di Madinah pada tanggal 2 Zul Hijjah 1189 H bersamaan 23 Januari 1776 M. hari Rabu pagi dalam usia 57 tahun, setelah jatuh sakit selama 17 hari. Dimakamkan di Baqi berdekatan dengan kuburan para isteri Rasulullah SAW.
Murid-murid Syekh Muhammad Samman di Indonesia cukup banyak, diantaranya: Syekh Muhammad Arsyad Banjar, Syekh Abdurrahman Misri, Syekh Abdul Wahab Bugis, Syekh Muhammad Nafis Banjar dan lainnya. Namun yang paling terkenal berasal dari Palembang adalah Syekh Abdus Somad Al-Palembani. Melalui beliaulah maka zikir Ratib Samman masuk dan berkembang di Indonesia. Murid Syekh Samman yang lain adalah Syekh Muhammad Muhyiddin Al-Palembani dan Kemas Ahmad bin Abdullah.
Syekh Abdus Somad dilahirkan di Palembang pada tahun 1736. Ia pun memiliki murid-murid yang terkenal seperti: Kgs.M. Zen (menantunya), Datuk Muhammad Akib, Datuk Muhammad Soleh, dll. Para Sultan Palembang Darussalam juga mengamalkan Ratib Samman ini, seperti Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803), Sultan Mahmud Badaruddin II (1803-1821), Sultan Husin Dhiauddin (1813-1817), dll. sehingga pelaksanaan ibadah Ratib Samman ini menjadi adat di Palembang.
Peristiwa Perang Palembang melawan Belanda pada tahun 1819 yang dikenal dengan Perang Menteng, merupakan pertempuran yang dahsyat pada waktu itu yang dimenangkan oleh Palembang Darussalam. Saat itu Sultan Mahmud Badaruddin II menitahkan kepada seluruh rakyatnya terlebih dahulu untuk melaksanakan Ratib Samman di Masjid Agung dan Keraton. Pasukan yang dipimpin oleh Kgs.M. Zen setelah membaca Ratib Samman, menyerbu pasukan Belanda dengan gagah berani dan tidak mengenal rasa takut.
Sampai sekarang, Ratib Samman masih sering dibaca oleh masyarakat.
Pembacaan Ratib merupakan manifestasi rasa syukur dan ingat (zikir) kepada Allah SWT.