Sumber : Kms.H. Andi Syarifuddin, S.Ag
Riwayat Dan Silsilah Ratib Samman
Ratib Samman ini suatu amalan yang lazim diwiridkan oleh para ulama shaleh, waliyullah, jemaah majelis zikir dan juga bagi kaum muslimin pada umumnya, karena ratib ini selain telah menjadi adat, juga memiliki keistimewaan yang luar biasa. Intisari dari amalan zikir Ratib Samman ini ialah zikir, shalawat dan doa.
Ratib Samman terdiri dari dua kata, yaitu Ratib dan Samman. Kata Ratib berasal dari bahasa Arab rataba yartubu rutuban, yang artinya tetap atau teratur. Sedangkan menurut istilah tasawuf, ratib artinya wirid atau zikir yang harus dikerjakan secara tetap dan teratur setiap shalat fardhu untuk dapat senantiasa mengingat Allah.
Firman Allah SWT.:
فَاِذَا قَضَيتُمُ الصَّلوةَ فَاذكُرُ اللهَ ....
Artinya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah…” (An-Nisa’: 103).
Kata Samman dinisbahkan kepada Syekh Muhammad Samman, seorang waliyullah dari Madinah yang mengamalkan Tarekat Khalwatiyah yang kemudian dikenal dengan namanya sendiri yaitu Tarekat Sammaniyah. Salah satu wirid terpenting dalam Tarekat Sammaniyah itu adalah Ratib Samman. Dalam menyusun ratibnya, sudah barang tentu Syekh Muhammad Samman berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul.
Firman Allah SWT.:
فَاِذَا قَضَيتُمُ الصَّلوةَ فَاذكُرُ اللهَ ....
Artinya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah…” (An-Nisa’: 103).
Kata Samman dinisbahkan kepada Syekh Muhammad Samman, seorang waliyullah dari Madinah yang mengamalkan Tarekat Khalwatiyah yang kemudian dikenal dengan namanya sendiri yaitu Tarekat Sammaniyah. Salah satu wirid terpenting dalam Tarekat Sammaniyah itu adalah Ratib Samman. Dalam menyusun ratibnya, sudah barang tentu Syekh Muhammad Samman berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul.
Sampai sekarang, Ratib Samman masih sering dibaca oleh masyarakat, terutama di Palembang (seperti dalam acara: pernikahan, mendiami rumah baru, nazar, selamatan, dll). Di Masjid Agung misalnya, Ratib Samman diselenggarakan setiap malam Kamis setelah Shalat Isya.
Pembacaan Ratib merupakan manifestasi rasa syukur dan ingat kepada Allah SWT. Selain itu Ratib ini memiliki faedah dan khasiat yang besar, diantaranya: sangat kuat memberi bekas kepada hati, mensucikan hati dan dapat memperbaiki perangai, membuka pintu rezeki, terkabulnya segala hajat, terhindar dari gangguan makhluk halus dan lain sebagainya.
Zikir ratib ini dibaca dengan suara yang keras (jahar) terutama dalam melafazkan Kalimat Tauhid (La ilaha illallah), mula-mula dilantunkan dengan lambat dan mengalun, semakin lama semakin dipercepat. Dari keras dan cepat kemudian berhenti, sebagai penutup diulang sekali atau dua kali secara perlahan-lahan dan mengalun.
Mudah-mudahan Ratib Samman yang bersumber dari risalah Dinul Maruf (al-Quran-hadis) ini akan senantiasa menjadi amalan dan wirid kita bersama dalam rangka ibadah, pencerahan ruhani, serta thariqah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sebagaimana dimaklumi, zikir Ratib Samman ini bersumberkan dari Kitabullah dan as-Sunnah. Intisari dari amalan Ratib Samman itu ialah berzikir mengucap kalimah “La ilaha illallah” (minimal 300 kali), selain bacaan-bacaan yang lainnya seperti: ayat-ayat al-Qur’an, asmaul husna, shalawat, tawassul, dan do’a. Adapun riwayat zikir dalam Ratib Samman ini bersumber dari Sayidina Ali Kwh, yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam metode zikir dengan cara jahar atau keras. Petunjuk hadits tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Sabda Rasulullah SAW:
وَ عَنْ عَلِىٍّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ اَيُّ الطَّرِيْقَةِ أَقْرَبُ إِلَى اللهِ وَ أَسْهَلُهَا عَلَى عِبَادِ اللهِ وَ أَفْضَلُهَا عِنْدَ اللهِ تَعَالَى؟ فَقَالَ: يَا عَلِىُّ عَلَيْكَ بِدَوَامِ ذِكْرِاللهِ فَقَالَ عَلِىُّ كُلُّ النَّاسِ يَذْكُرُونَ اللهَ فَقَالَ ص م: يَا عَلِىُّ لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يَبْقَى عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ مَنْ يَقُوْلُ: اَللهُ, اَللهُ فَقَالَ لَهُ عَلِىُّ كَيْفَ أَذْكُرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ ص م: غَمِّضْ عَيْنَكَ وَاسْمَعْ عَنِّى ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قُلْ مِثْلَهَا وَأَنَا أَسْمَعُ. فَقَالَ ص م: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مُغَمِّضًا عَيْنَهُ ثُمَّ قَالَهَا عَلِىٌّ كَذَالِكَ. ثُمَّ لَقَّنَهَا عَلِىٌّ لِلْحَسَنِ الْبَصْرِىِّ.
Artinya:
“Dan dari Sayidina Ali Kwh, beliau berkata: Aku katakan, Ya Rasulullah, manakah jalan tarekat zikir yang sedekat-dekatnya kepada Allah? Maka sabda Rasulullah: Ya Ali! Penting atas kamu berkekalan senantiasa berzikir kepada Allah. Maka berkatalah Ali, tiap orang berzikir kepada Allah. Maka Rasulullah bersabda: Ya Ali, tidak akan terjadi kiamat sehingga tiada tinggal lagi atas permukaan bumi ini, orang yang mengucapkan Allah, Allah. Maka sahut Ali kepada Rasulullah, bagaimana caranya aku berzikir Ya Rasulullah? Maka Rasulullah bersabda: Coba pejamkan kedua matamu dan dengarlah dari saya ucapan tiga kali. Kemudian ucapkanlah Ali seperti itu dan aku akan dengarkan. Maka sejenak Rasulullah mengucapkan: LA ILAHA ILLALLAH tiga kali sedang kedua matanya tertutup. Kemudian Ali pun mengucapkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH seperti demikian. Metode tersebut kemudian Sayidina Ali ajarkan pula kepada Hasan al-Basri.” (HR. Sayidina Ali).
Artinya:
“Dan dari Sayidina Ali Kwh, beliau berkata: Aku katakan, Ya Rasulullah, manakah jalan tarekat zikir yang sedekat-dekatnya kepada Allah? Maka sabda Rasulullah: Ya Ali! Penting atas kamu berkekalan senantiasa berzikir kepada Allah. Maka berkatalah Ali, tiap orang berzikir kepada Allah. Maka Rasulullah bersabda: Ya Ali, tidak akan terjadi kiamat sehingga tiada tinggal lagi atas permukaan bumi ini, orang yang mengucapkan Allah, Allah. Maka sahut Ali kepada Rasulullah, bagaimana caranya aku berzikir Ya Rasulullah? Maka Rasulullah bersabda: Coba pejamkan kedua matamu dan dengarlah dari saya ucapan tiga kali. Kemudian ucapkanlah Ali seperti itu dan aku akan dengarkan. Maka sejenak Rasulullah mengucapkan: LA ILAHA ILLALLAH tiga kali sedang kedua matanya tertutup. Kemudian Ali pun mengucapkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH seperti demikian. Metode tersebut kemudian Sayidina Ali ajarkan pula kepada Hasan al-Basri.” (HR. Sayidina Ali).
2. Riwayat lain dari Sidi Yusuf al-Ajami dalam
risalahnya:
risalahnya:
غَمِّضْ عَيْنَيْكَ وَاسْمَعْ مِنِّىْ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قُلْ اَنْتَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَأَنَا أَسْمَعُ فَقَالَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مُغْمِضًا عَيْنَيْهِ رَافِعًا صَوْتَهُ وَعَلِىٌّ يَسْمَعُ فَقَالَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ كَذَالِكَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْمَعُ.
Artinya:
Artinya:
“Hai Ali Coba pejamkan dua matamu, dan engkau dengar dari padaku tiga kali aku kata La ilaha Illallah dan aku mendengar bacaan engkau. Maka berkata Nabi tiga kali mengucapkan kalimah La ilaha Illallah. Dengan memejamkan kedua mata Nabi mengeraskan suaranya pada hal Ali mendengarnya. Kemudian Ali mengatakan La ilaha illallah tiga kali seperti yang dikatakan Nabi itu, padahal Ali pun memejamkan matanya dan mengeraskan suaranya, padahal Nabi mendengar bacaan Ali.”
Selanjutnya dari Sayidina Ali tersebut diajarkan pula kepada Hasan al-Basri, kemudian diajarkan kepada Daud at-Tha’i, dari Daud diajarkan kepada Makruf al-Kharkhi, dari Makruf kepada Sari as-Saqiti, dari Sari kepada Junaid al-Baghdadi dan seterusnya timbullah menjadi suatu silsilah atau sanad berkesinambungan sampai sekarang dalam keabsahan pengambilan zikir ratib seperti yang akan segera penulis sebutkan.
3. Dalam hadits yang lain disebutkan:
Sabda Nabi SAW kepada satu sahabatnya yang bernama Syekh Sholeh yang menjadi juru kunci khalwat Rasulullah, tatkala Rasulullah duduk di dalam khalwat di Madinah, ketika malam Jum’at, waktu sahur. Maka bersabda Rasulullah SAW yang maknanya:
“ Hai sahabatku juru kunci! Panggil olehmu Ali. Kemudian Ali datang bersembah serta membaca shalawat atas penghulu kita sayidil mursalin. Maka sabda Nabi SAW: Hai Ya Ali! Serahkan dirimu kepadaku seperti mayit. Maka kata Sayidina Ali: Hai Ya junjunganku, telah berserahlah aku pada hadiratmu seperti mayit. Apakah perintahmu kepadaku? Maka sabda Nabi SAW: Ya Ali! Pada waktu inilah engkau ku ajarkan yang sebenar-benar ilmu agama yang sempurna. Maka dinamai akan dia ini Tarekat Barzahiyah. Dan barangsiapa melakukan ini, maka diharamkan Allah Ta’ala masuk dalam api neraka, dan lagi diharamkan tubuhnya itu busuk di dalam kubur, dan haram titik darahnya di dalam akhirat. Maka sabda Nabi SAW kepada Sayidina Ali: Hai Ya Ali! Jikalau engkau sudah aku ajarkan ilmu ini, maka ajarkan olehmu pada seluruh anak cucumu sekalian sampai akhirnya.” (al-Hadits).
Sabda Nabi SAW kepada satu sahabatnya yang bernama Syekh Sholeh yang menjadi juru kunci khalwat Rasulullah, tatkala Rasulullah duduk di dalam khalwat di Madinah, ketika malam Jum’at, waktu sahur. Maka bersabda Rasulullah SAW yang maknanya:
“ Hai sahabatku juru kunci! Panggil olehmu Ali. Kemudian Ali datang bersembah serta membaca shalawat atas penghulu kita sayidil mursalin. Maka sabda Nabi SAW: Hai Ya Ali! Serahkan dirimu kepadaku seperti mayit. Maka kata Sayidina Ali: Hai Ya junjunganku, telah berserahlah aku pada hadiratmu seperti mayit. Apakah perintahmu kepadaku? Maka sabda Nabi SAW: Ya Ali! Pada waktu inilah engkau ku ajarkan yang sebenar-benar ilmu agama yang sempurna. Maka dinamai akan dia ini Tarekat Barzahiyah. Dan barangsiapa melakukan ini, maka diharamkan Allah Ta’ala masuk dalam api neraka, dan lagi diharamkan tubuhnya itu busuk di dalam kubur, dan haram titik darahnya di dalam akhirat. Maka sabda Nabi SAW kepada Sayidina Ali: Hai Ya Ali! Jikalau engkau sudah aku ajarkan ilmu ini, maka ajarkan olehmu pada seluruh anak cucumu sekalian sampai akhirnya.” (al-Hadits).
Dari riwayat hadits di atas, jelaslah bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada Sayidina Ali suatu metode zikir sebagai jalan/tarekat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. berzikir menyebut kalimah La ilaha illallah dengan suara keras (jahar). Begitupun halnya metode lain yang diajarkan kepada para sahabat pilihan lainnya.
Terdapat sebuah riwayat yang menuturkan bahwa Sayidina Umar bin Khattab R.A berzikir dengan suara agak keras, sedangkan Abubakar Siddiq R.A berzikir dengan suara lirih. Dan ternyata Nabi SAW membenarkan cara keduanya berzikir.
Semoga Allah SWT mencurahkan taufiq, hidayah dan maunahNya bagi kita semua. Amin.
Silsilah Ratib Samman
1. Allah SWT
2. Jibril AS.
3. Nabi Muhammad SAW. (wafat 632)
4. Sayidina Ali bin Abi Thalib (w.661)
5. Hasan Al-Basri (w.728)
6. Habib Al-Ajami (w.738)
7. Daud At-Tha’i (w.777)
8. Makruf Al-Karkhi (w.815)
9. As-Sari As-Saqathi (w.867)
10. Al-Junaid Al-Baghdadi (w.910)
11. Mamsya’ Ad-Dainuri (w.912)
12. Muhammad Ad-Dainuri
13. Muhammad Al-Bakri
14. Wajihuddin Al-Qadhi
15. Syekh Umar Al-Bakri
16. Abin Najib As-Suhrawardi (w.1168)
17. Qutbuddin Al-Abhari
18. Ruknuddin Muhammad An-Najasyi
19. Syahabuddin At-Tabrizi
20. Jamaluddin Al-Ahwari
21. Abi Ishak Ibrahim Al-Zahid Al-Kailani
22. Akha Muhammad Al-Khalwati (w.1316)
23. Pir Umar Al-Khalwati (w.1397)
24. Muhammad Mirum Al-Khalwati (w.1462)
25. Syekh Izzuddin
26. Pir Shadruddin
27. Abu Zakaria Al-Syarwani Al-Bakuni
28. Pir Muhammad Al-Azaljani
29. Syekh Jili Sultan Al-Aqrai/Jamal Al-Khalwati
30. Syekh Khairuddin Al-Tauqai
31. Syekh Sya’ban Afandi Al-Qastamuni
32. Sayidi Muhyiddin Al-Qastamuni
33. Sayidi Umar Al-Fuadi
34. Syekh Ismail Al-Jurumi
35. Syekh Ali Afandi Qurabasi (w.1650)
36. Syekh Mustafa Afandi Al-Adranuri
37. Syekh Abdul Latif bin Husamuddin al-Halabi
38. Syekh Mustafa Al-Bakri bin Kamaluddin (w.1749)
39. Syekh Muhammad Samman Al-Madani (w.1776)
40. Syekh Abdus Samad bin Abdurrahman Al-Palembani (w.1832)
41. Syekh Muhammad Akib bin Kgs. Hasanuddin (w.1849)
42. Sayid Hasyir bin Muhammad Arif Jamalullail (w.1874)
43. Sayid Abdurrahman Hoofd Penghulu (w.1920)
44. Ki. Kms.H. Umar Khatib Penghulu (w.1953)
45. K.H. Ali bin H.Abdul Khaliq (w.1980)
46. Kms.H. Ibrahim Umary bin Ki.Kms.H.Umar (w.2004)
47. Kms.H. Andi Syarifuddin, S.Ag
2. Jibril AS.
3. Nabi Muhammad SAW. (wafat 632)
4. Sayidina Ali bin Abi Thalib (w.661)
5. Hasan Al-Basri (w.728)
6. Habib Al-Ajami (w.738)
7. Daud At-Tha’i (w.777)
8. Makruf Al-Karkhi (w.815)
9. As-Sari As-Saqathi (w.867)
10. Al-Junaid Al-Baghdadi (w.910)
11. Mamsya’ Ad-Dainuri (w.912)
12. Muhammad Ad-Dainuri
13. Muhammad Al-Bakri
14. Wajihuddin Al-Qadhi
15. Syekh Umar Al-Bakri
16. Abin Najib As-Suhrawardi (w.1168)
17. Qutbuddin Al-Abhari
18. Ruknuddin Muhammad An-Najasyi
19. Syahabuddin At-Tabrizi
20. Jamaluddin Al-Ahwari
21. Abi Ishak Ibrahim Al-Zahid Al-Kailani
22. Akha Muhammad Al-Khalwati (w.1316)
23. Pir Umar Al-Khalwati (w.1397)
24. Muhammad Mirum Al-Khalwati (w.1462)
25. Syekh Izzuddin
26. Pir Shadruddin
27. Abu Zakaria Al-Syarwani Al-Bakuni
28. Pir Muhammad Al-Azaljani
29. Syekh Jili Sultan Al-Aqrai/Jamal Al-Khalwati
30. Syekh Khairuddin Al-Tauqai
31. Syekh Sya’ban Afandi Al-Qastamuni
32. Sayidi Muhyiddin Al-Qastamuni
33. Sayidi Umar Al-Fuadi
34. Syekh Ismail Al-Jurumi
35. Syekh Ali Afandi Qurabasi (w.1650)
36. Syekh Mustafa Afandi Al-Adranuri
37. Syekh Abdul Latif bin Husamuddin al-Halabi
38. Syekh Mustafa Al-Bakri bin Kamaluddin (w.1749)
39. Syekh Muhammad Samman Al-Madani (w.1776)
40. Syekh Abdus Samad bin Abdurrahman Al-Palembani (w.1832)
41. Syekh Muhammad Akib bin Kgs. Hasanuddin (w.1849)
42. Sayid Hasyir bin Muhammad Arif Jamalullail (w.1874)
43. Sayid Abdurrahman Hoofd Penghulu (w.1920)
44. Ki. Kms.H. Umar Khatib Penghulu (w.1953)
45. K.H. Ali bin H.Abdul Khaliq (w.1980)
46. Kms.H. Ibrahim Umary bin Ki.Kms.H.Umar (w.2004)
47. Kms.H. Andi Syarifuddin, S.Ag
48. Dr. R.A. Huzaifah bin Dato' R.H. Hashim
Kenapa tidak ada nama buya umar za al palembang . di daerah 5 ulu kertapati
ReplyDelete